Tren job hugging kini semakin ramai dibicarakan di kalangan pekerja di Indonesia dan dunia. Fenomena ini merujuk pada kebiasaan seseorang bertahan di pekerjaan yang tidak lagi memuaskan, hanya demi keamanan finansial atau stabilitas hidup. Meski populer sejak pandemi, tren ini terus berlanjut hingga 2025, terutama di kalangan pekerja kantoran. Mengapa fenomena ini muncul, dan bagaimana dampaknya? Artikel ini mengupas tuntas job hugging, termasuk penyebab, dampak, dan solusi untuk menghadapinya.
Baca juga: Rahasia Berlian Alami: Pesona Cinta Abadi yang Tak Lekang Waktu
Apa Itu Job Hugging?
Job hugging adalah istilah yang menggambarkan ketika seseorang memilih bertahan di pekerjaan yang tidak lagi memberikan kepuasan, baik secara emosional maupun profesional. Pekerja yang melakukan job hugging sering kali merasa terjebak, tetapi enggan keluar karena takut kehilangan gaji, tunjangan, atau stabilitas. Menurut laporan dari platform karier LinkedIn, sekitar 30% pekerja global mengaku tetap bekerja di tempat yang tidak mereka sukai demi menjaga keamanan finansial, terutama setelah ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi.
Mengapa Job Hugging Marak?
Ada beberapa alasan mengapa job hugging menjadi tren. Pertama, ketidakpastian ekonomi global membuat banyak pekerja khawatir tentang sulitnya mencari pekerjaan baru. Kedua, kenaikan biaya hidup, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, mendorong pekerja untuk bertahan demi pendapatan tetap. Ketiga, faktor psikologis seperti rasa takut gagal atau perubahan juga turut berperan. Menurut psikolog karier Dr. Ani Cahyadi, “Banyak pekerja merasa nyaman dalam ketidaknyamanan karena perubahan terasa lebih menakutkan daripada bertahan.”
Dampak Negatif Job Hugging
Meski memberikan rasa aman sementara, job hugging memiliki konsekuensi serius. Pekerja yang terjebak dalam pekerjaan yang tidak disukai cenderung mengalami stres, kelelahan emosional, hingga burnout. Produktivitas menurun, dan hubungan dengan rekan kerja atau atasan juga bisa memburuk. Data dari Gallup menunjukkan bahwa 60% pekerja yang tidak bahagia di tempat kerja melaporkan penurunan motivasi dan kinerja. Selain itu, kesehatan mental juga terdampak, dengan peningkatan kasus kecemasan dan depresi di kalangan pekerja yang melakukan job hugging.
Bagaimana Cara Menghadapi Job Hugging?
Bagi pekerja yang merasa terjebak dalam job hugging, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, lakukan refleksi diri untuk mengidentifikasi apa yang membuat Anda tidak bahagia di tempat kerja. Apakah karena budaya perusahaan, kurangnya pengembangan karier, atau gaji yang stagnan? Kedua, pertimbangkan untuk mengembangkan keterampilan baru melalui kursus online atau pelatihan untuk meningkatkan daya saing di pasar kerja. Ketiga, mulailah mencari peluang baru secara bertahap, seperti memperbarui profil LinkedIn atau menghadiri acara networking.
Pakar karier, Rina Susanti, menyarankan, “Jangan langsung resign tanpa rencana. Mulailah dengan langkah kecil, seperti berbicara dengan mentor atau mencari peluang sampingan untuk menguji potensi Anda di bidang lain.”
Baca juga: 5 Gaya Kebaya Selebritas Tanah Air yang Menginspirasi di Hari Kebaya Nasional 2025
Tren di Indonesia
Di Indonesia, job hugging juga terlihat di berbagai sektor, terutama perbankan, teknologi, dan ritel. Berdasarkan survei JobStreet Indonesia pada 2025, sekitar 25% pekerja di Jakarta dan Surabaya mengaku bertahan di pekerjaan mereka karena khawatir sulit menemukan pekerjaan baru dengan gaji setara. Generasi milenial dan Gen Z menjadi kelompok yang paling banyak melakukan job huging, karena mereka sering kali terbebani oleh tekanan finansial seperti cicilan rumah atau biaya hidup yang tinggi.
Penutup
Fenomena job huging mencerminkan dilema modern antara keamanan finansial dan kebahagiaan pribadi. Meski bertahan di pekerjaan yang tidak disukai bisa memberikan stabilitas sementara, dampaknya pada kesehatan mental dan produktivitas tidak bisa diabaikan. Untuk mengatasinya, pekerja perlu berani mengambil langkah kecil menuju perubahan, seperti meningkatkan keterampilan atau mencari peluang baru. Dengan perencanaan yang tepat, keluar dari zona job huging bukan lagi mimpi, melainkan langkah menuju karier yang lebih memuaskan.